Kejadian-kejadian Misterius Saat Mendaki Gunung (Part III)

Pos Batu Lingga, Ciremai
Postingan kali ini, saya kembali melanjutkan postingan sebelumnya tentang Kejadian Misterius Saat Mendaki Gunung Part I dan II. Pada terbitan ini saya akan menceritakan pengalaman misterius saya berikutnya saat mendaki Gunung Ciremai, Kuningan, Jawa Barat. Kejadian ini terjadi sekitar bulan Juni tahun 2009. Saya dan rekan-rekan pecinta alam Gasakpala SMAN 46 sedang mengadakan diklat lanjutan di gunung Ciremai. Ada tiga hal atau cerita misterius yang masih terngiang-ngiang dalam ingatan saya. Tentu saja pengalaman ini merupakan kisah nyata yang ditulis apa adanya tanpa rekaan apapun. Sebagai berikut ceritanya.

Usai berhasil mencapai puncak utama gunung Ciremai, tim yang terdiri dari senior, alumni, dan anggota muda kemudian menuruni gunung Ciremai melalui jalur linggajati. Rencananya tim akan membuka kamp di pos Batu Lingga. Pos batu lingga memiliki ketinggian 2000-an mdpl. Pos ini berada di tengah jalur Linggarjati. Kami berhasil mencapai pos ini pada pukul 5 sore. Selanjutnya tim bergegas memasang tenda dan memasak untuk persiapan makan malam. Rencananya nanti malam akan ada tes uji materi kepecintaalaman bagi anggota muda sebelum pelantikan. Tidak ada satu masalah yang berarti hingga hari menjelang gelap. Suasana batu lingga yang jauh dari hiruk pikuk kota tentu saja membuat kami nyaman dan cenderung mengantuk. Petang itu tim sangat kelelahan. Kebanyakan dari mereka tertidur menunggu jam 8 malam untuk mengikuti tes materi. 
                                          
Sekadar pengetahuan, dinamakan pos Batu Lingga karena di pos ini terdapat sebuah batu berukuran sangat besar yang disakralkan oleh penduduk maupun pendaki. Lingga merupakan perwujudan kehidupan manusia dalam kepercayaan Jawa maupun Sunda kuno, simbol dari kelamin laki-laki. Ada semacam mitos yang berlaku bagi para pendaki yang melalui jalur ini. Konon demi keselamatan, para pendaki seyogyanya menaruh koin di sekitar batu ini. Tidak hanya itu, untuk menghormati para pendaki yang telah gugur, para calon pendaki biasanya memberikan bunga di salah satu pohon besar yang di bawahnya terdapat batu in memorian. Yang menjadi keanehan, batu yang berukuran raksasa itu kini hilang secara misterius. Menurut alumni yang beberapa tahun lalu mendaki di sini, batu itu masih ada, namun kini benar-benar hilang tanpa jejak. Sangat mustahil jika batu itu diangkut orang. manusia tidak mungkin sanggup mengangkut batu sebesar itu dari atas gunung, sekalipun menggunakan helikopter. Kemungkinan batu digelindingkan ke bawah pun sangat kecil, karena tidak terdapat tanda-tanda batu itu berada di bawah jurang. Jadi, hilangnya batu lingga ini sangat mistis dan masih misterius. 
                                           

Waktu hampir mendekati jam 8. Para senior termasuk saya dan alumni melaksanakan briefing persiapan tes materi. Usai brifing pos dibagi dua, satu pos senior, dan satu lagi pos alumni. Seluruh anggota akan dibawa ke pos alumni terlebih dahulu baru kemudian pos senior. Saya di pos senior menunggu anggota muda dengan suasana yang gelisah. Selain malam yang semakin larut, udara beku yang bertiup menambah suasana sedikit gundah. Mereka sangat lama saat di pos alumni. Maka saya dan Andra hanya bisa duduk minum kopi sambil memakan cemilan. Hingga kopi menjadi dingin, anggota muda satu-persatu datang. Saya dan Andra kemudian menanyakan mereka seputar materi mountaineering dan survival. Saat mereka tidak bisa menjawab, mereka kami suruh push-up. Terlebih ketika mereka mengeluh dingin, kami tambahkan lagi push-upnya. Intinya, mereka seakan jadi serba salah dan harus push-up. Saking asiknya mengerjai mereka, kami jadi lupa bahwa kami saat ini di tengah hutan rimba dan di antara malam. Sesekali tes ini diwarnai oleh tawa sekaligus duka bagi mereka hingga pada suatu momen kami tiba-tiba terdiam bersamaan. 

Kami saling pandang dengan tatapan takut dan tegang. Angin seakan berhenti begitu saja. Dengan keadaan hampa itulah sontak kami kaget mendengar suara dari atas pohon. Suara itu begitu menggetarkan nyali kami. Suara itu melengking, keras, tapi dengan intonasi yang menyeramkan. Saya tidak bisa mencontohkan seperti apa suara itu. Tapi suara itu semacam suara cekikikan. Suara tertawa lirih dari atas pohon besar di atas tempat kami duduk. Kami semua berguman dan senyum ketakutan. Saya kemudian menoleh ke anggota muda. 
"Denger kan?" tanya saya.Mereka kemudian cuma bisa mengangguk tanpa bisa berkata-kata. 
"Yaudah, Kalo gitu, kita masuk tenda masing-masing aja yuk! Besok jangan lupa bangun pagi." Ujar saya sambil tersenyum miris.
1... 2... 3... Kami bubar perlahan-lahan sepi senyap lalu terbirit-birit masuk tenda masing-masing. Berdoa dan berharap tidak akan mendengar lagi suara lirih itu, suara kuntilanak.
                                                 
Sebulan setelah pendakian itu kami kemudian melihat hasil foto-foto yang terekam di kamera alumni. kami sangat senang bisa menjalani pendidikan lanjutan itu dengan selamat. Tapi tunggu dulu. Saat kami membuka salah satu foto yang ada di komputer, salah satu foto menjukan keanehan alias kejanggalan. Foto itu diambil di desa Linggarjati sekitar perumahan penduduk saat kami hendak ke warung. Foto itu diambil pada malam hari. Di foto itu tampak dua buah titik merah yang saling berdekatan tepat di belakang kami saat foto. Titik itu lebih mirip sepasang bola mata yang merah membara. Kami yakin titik merah itu benar-benar tidak ada sebelumnya dan tidak mungkin ada titik merah di belakang kami, karena belakang kami hanyalah kebun cengkeh. Aneh tapi nyata. Menyeramkan. Sayang foto itu tidak dapat saya tampilkan di postingan ini karena telah hilang. 

                                                  
Artikel Sebelumnya :
Kejadian-kejadian Misterius Saat Mendaki Gunung (Part I)
Kejadian-kejadian Misterius Saat Mendaki Gunung (Part II)
Artikel Selanjutnya :
Bersambung


Comments

  1. Baek" bro..
    Biasakan berdoa sebelum aktivitas mendaki..,
    Ditengah" aktivitas mendaki..
    Dan diakhir pendakian..,
    Jangan sering membuat suara gaduh diatas gunung ( tawa dan canda berlebihan) karena mereka mahluk diatas sana bisa terganggu dengan itu.

    ReplyDelete
  2. ane pernah gan di trek cibodas lagi mau turun maksud hati mau cepet² , ane tinggal 5 tmn ane dari pertigaan ciberem , pas sampe telaga biru udah maghrib , nah sialnya senter di temen belakang , di trek cibodas gelap gulita tanpa senter sendirian , nah 20 ane jalan ane loat tiga pendaki di depan ane , ane liat nih orang bertiga jalanan di depan nya terang tapi dia gak pake headlamp ata senter , ane samperin ane sapa " bang bareng ya? '' padahal ane ngomong rada kenceng tapi nih orang bertiga gak nyaut sama sekali , ane udah ketakutan setengah mati , langsung aje ane nambahin kecepatan jalan ane , pas sampe pos 1 cibodas ane nungguin temen ane dulu duduk² di , ane liatin ke arah trek berharap tiga orang yg tadi muncul eh yg muncul malah temen² ane ampe ane makan somay dulu ama temen² di situ berharap tuh tiga pendaki muncul , ternya gak muncul²

    ReplyDelete
  3. min , mimin suka hunting tempat angker ya?

    ReplyDelete
  4. Pengalaman saya waktu 2011 di ciremai via linggajati wktu itu saya cma ber 2 dan sbenernya pndakian pada waktu itu di tutup di karnakan badai tpi karna kami merasa percuma krna sudah jauh2 dateng.kami putuskan mendaki biarpun tu sdah d larang sma seseorang yg bernama pa saman pemilik warung yg ada d PPGC
    pas saya mulai jalan mlewati pos cbunar blm trjadi apa2 ktika sya dan tmn sya melewati pos bayangan/leuweng datar sblum condang amis saya dan tman sya mlihat jelas di pos lwengdatar sperti pendaki dengan kpala hancur dan kaki patah dia mnta tolong.( mas tolong mas tolong) dengan nada yg datar dan membuat saya bner2 takut 100%.posisi tu sosok ada d atas pohon yg ga saya tau nma nya ktinggian phonnya tidak trlalu tinggi skitar 3 meter sontak sya dan tmn lgsg bacain ayat kursi smbil mnunduk ktakutan ktika sya blum selesai mmbaca itu sosok sudah ga ada.setelah itu kami putuskan untuk turun lagi ke pos cibunar kembali ke tempat awal dan membuat camp d situ dan melanjutkan perjalanan ke puncaknya di pagi harinya.itu bener2 jelas dan nyata bukan halusinasi.di pagi harinya sya bergegas untuk melanjutkan mendaki smpe puncak krna mubazir udah jauh2 dateng batal smpe puncak cuma gara2 sosok itu.stelah kmi jalan di pagi harinya kmi melwati tmpat yang smalam kami liat sosok itu.d situ kami msh agak syok dan sdkit bercampur merinding.
    Smpe di situ aja cerita nya selanjutnya cuma masalah alam sperti badai dan hujan seharian aja.
    Buat saya itu pendakian yg sangat mengesankan dan ga akan sya lupakan sampe saat ini.

    ReplyDelete
  5. batu lingga memang gak pernah punah dalam ingatan saya, batu besar ditengah dikelilingi batu batu kecil dan didekat pohon ada in memoriam 2 orang pendaki dari bekasi yang meninggal sekitar tahun 90 an, sekitar sehabis isya saya keluar tenda untuk buang air kecil, entah dari mana datangnya ada 2 pendaki yang sedang tidur menggunakan sleeping bag tepat didepan tenda kami, setahu saya hanya tenda kami saja yang camp pada malam itu, saya berfikir biasa saja namanya gunung banyak pendaki, apalagi sudah malam setidaknya mereka istirahat sebelum melanjutkan perjalanannya, setelah saya buang air kecil saya masuk kedalam tenda dan sesaat saya masuk kedalam tenda, teman saya membuka pintu tenda dan membuang sisa kopi karena akan digunakan untuk minum, saya spontan bilang, jangan dibuang didepan soalnya ada 2 orang sedang tidur pakai sleeping bag, teman saya langsung membuka lebar pintu tenda dan saya juga segera melihat, namun tidak ada orang sama sekali didepan tenda, langsung saya keluar untuk memastikan, tapi nihil...aneh secepat itukah mereka hilang, kalau memang pendaki biasa secepat2nya membereskan sleeping bag pasti terdengar suaranya, ini sama sekali tidak sama sekali...

    wallahuálam

    ReplyDelete
  6. Kejadian di akhir tahun 2015 setelah saya turun dr puncak dan tepatnya di pos batu lingga, saya hanya ingin melihat burung jalak dr dekat di pohon merambat yg ada di pos batu lingga ini dan teman saya tiba-tiba tegur saya kalau jgn sembarangan apalagi mau mengambil burung tersebut memang dalam hati saya ingin memegang burung tersebut dan dilepaskan lg, alhasil setelah kami ber4 sudah cukup istirahat kami mulai perjalanan menuju tenda kami yg berada di pos bapatere, baru jalan skitar 5 menit dr batu lingga saya dikejutkan dg bau aneh yg menyerupai air mawar (air botol yg sering di tanam dikuburan) dan tanpa pikir panjang kami langsung jalan lg ke tenda kami, keanehan terjadi lg setelah kami mau makan dan waktu itu jam pas di pukul 6 sore dgn tiba2 angin kencang menghembus sekali ke tenda kami dan sontak kami saling memandang sampai malam terdengar suara2 aneh diluar tenda kami kebetulan kami ngecamp 2 malam krna fisik kami sdh lelah, keesokan harinya kami memutuskan pulang ke jkt siang harinya dan tanpa keanehan yg terjadi lg, kami tiba di jkt jam 2 malam dan disini keanehan terjadi lg dgn saya yg terbangun jam 3.30 karna bermimpi di pos batu lingga ada sesosok orng tua memakai jubah hitam membawa tongkat kayu memanggil saya (CU JANGAN DI AMBIL BURUNG ITU) sontak saya kaget dan terbangun karna mimpi aneh sampai 3 malam berturut2 saya mimpi yg sama, setelah itu saya tlp temen saya dia jg mengalami kejadian yg ga kalah seramnya, dia baru saja tiba di gang rumah bertemu pak haji dan tegur teman saya "fahri lo dari mana?" temen saya jawab dr gunung ciremai pak haji, pak hajinya nanya kembali "lo bawa apa itu dibelakang lo?" temen saya pun jawab bawa keril pak haji, pak haji pun berkata lg, "gw tau lo bawa tas, tp di atas lo itu ada yg nemplok perempuan fahri, sontak temen saya pun kaget dan meminta doa dr pak haji tersebut dan alhamdulillah pak haji pun langsung memberikan air mineral ke teman saya dan akhir makhluk tersebut kembali keempat asalnya, inilah cerita saya di ciremai dan sampai skrang saya masih trauma ke ciremai via linggajati

    ReplyDelete
  7. Thanks infonya https://bit.ly/2pmQMAZ

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Rute Angkutan Umum di Cinere

Perjalanan Sehari Jakarta - Kawah Putih Naik Motor

Transportasi dari Jakarta ke Pos Pendakian Gunung Sindoro-Sumbing, Wonosobo