Kejadian-kejadian Misterius Saat Mendaki Gunung (Part I)

Hutan yang Gelap
Mendaki gunung selalu menyimpan kisah yang membekas dalam pengalaman setiap orang. Kisah menyenangkan, lucu, seru, sial bahkan menjengkelkan menjadi bumbu dalam mendaki gunung. Di luar kisah menyenangkan, terdapat pula kisah menyeramkan atau kejadian-kejadian misterius yang ditemui seseorang selama mendaki gunung. Maklum, gunung merupakan tempat yang sakral. Di dalam hutan-hutannya yang lebat dan tak tersentuh manusia, tersimpan misteri-misteri yang tidak terungkap. Dalam tulisan ini, saya akan membahas pengalaman menyeramkan yang pernah saya alami ketika mendaki gunung-gunung di pulau Jawa. Tidak semua gunung, hanya beberapa di antaranya pernah saya daki dan saya alami sendiri secara nyata kejadian demi kejadian aneh, misterius, sekaligus menyeramkan di gunung. Berikut kisahnya.

Gunung Paseban, Megamendung, Bogor, Jawa Barat

(Kejadian Pertama)
Saya sudah berkali-kali bolak-balik gunung ini dalam rangka survei maupun diklat pecinta alam Gasakpala SMAN 46 dari tahun 2009-2011. Beberapa kejadian aneh sempat saya alami kala menjalani kegiatan-kegiatan di gunung Paseban ini. Gunung ini memang bukan gunung besar, hanya bukit-bukit berpuncak dengan ketinggian di bawah 2000 meter dari permukaan laut, tetapi juga memiliki hal aneh. Kejadian aneh pertama saya alami ketika kali ketiga atau keempat sekitar bulan januari tahun 2010. Malam itu tim rombongan kami mendirikan tenda di pos Geger Kuda. Pos yang paling nyaman untuk membuka kamp. Di tempat ini vegetasinya rapat ditumbuhi pohon-pohon yang menjulang besar, rindang, lembab, dan rimbun. Sedangkan malam hari hanya gelap pekat yang nampak. Tim kami saat itu hanya terdiri dari dua tenda dan satu bivak dengan misi pendidikan dasar pecinta alam. Calon anggota ditempatkan di bivak alam yang mereka buat sendiri. Sedangkan para senior menempati kedua tenda yang jaraknya agak jauh dari bivak. Senja pun datang menutup rasa lelah kami seharian menembus hutan.

Kami dibagi menjadi dua tim untuk memantau bivak calon anggota. Masing-masing tim mendapat sift jaga setiap dua jam. Saya dan rekan saya, Nanan kebetulan kebagian mendapat sift pertama sekitar pukul 9-11 malam. Di depan tenda kami hanya membakar-bakar sampah sambil mengobrol dan minum kopi. Malam semakin larut obrolan kami mengarah pada suatu kejadian di pos Geger Kuda yang diutarakan oleh senior kami bang Irsyad. Dia bercerita bahwa di tempat yang kami tempati sekarang, terutama di bagian bawah lokasi kami, beberapa tahun yang lalu merupakan titik lokasi ditemukannya mahasiswa pecinta alam universitas Budi Luhur yang tewas saat pendidikan dasar. Konon, mahasiswa itu tewas kedinginan akibat kelebihan uji mental oleh para seniornya. Akibatnya mahasiswa itu kabur dan ditemukan dalam keadaan tewas di tempat itu. Membahas cerita itu, saya dan Nanan pun bergidik. Hembusan angin tiba-tiba menjadi aneh. Rekan-rekan yang lain saat itu sudah terlelap. Merindinglah kami berdua. Akan tetapi, kami harus tetap jaga. Ini adalah saatnya kami mengecek bivak calon anggota yang berada agak jauh dari tenda kami itu. Saya dan Nanan kemudian berjalan menuju bivak itu dengan tangan memegangi senter. 

"Gimana, Nan? aman?," ujar saya. Nanan memerikasa kondisi calon anggota di dalam bivak.
"Nggak ada apa-apa, aman," sahutnya balik
"Gue cek sebelah belakang nih, agak bolong bivaknya, takut pacet masuk." Saya khawatir binatang liar masuk, apalagi rintik-rintik hujan mulai menetes dari sela-sela lebatnya dahan pepohonan. Saat saya dan Nanan sibuk mengecek perasaan kami mulai tidak enak dan agak gelisah teringat pembicaraan tempat ini. Saya memangil-manggil Nanan memastikan saya masih berdua dengannya. Ditengah kerasnya suara jangkirik dan binatang malamm saya sontak terkaget mendengar suara dari pohon seperti cekikikan. Tapi suara itu agak lirih aneh. Saya langsung beranjak ke tempat Nanan. 

Wajah Nanan pun tampak pucat, kami berjalan cepat menuju tenda kami tanpa banyak basa basi. Nanan sepertinya sudah mengerti apa yang terjadi. Segera saja kami masuk tenda dengan grasak-grusuk dan menutup tenda. Rasa cemas meliputi kami berdua. Tenda sebelah sudah pulas sepertinya. Kami lupakan jadwal sift jaga kami. Di tenda ketegangan tak berkurang. Dari luar tenda kami, terdengar suara anak ayam yang ciep-ciep seperti kehilangan induknya. Suara ayam di tengah hutan malam-malam? Anak burung barangkali, pikir saya. Namun, anehnya suara itu terus berpindah-pindah. Awalnya dari depan tenda kami kemudian berpindah lagi ke belakang, lalu ke sisi kiri dan kanan tak beraturan. Cepat sekali pindahnya? Ini sih bukan ayam benaran. Saya pun teringat omongan orang tua saya yang berkata, konon kalau ada suara pitik ayam di tengah malam itu sebenarnya jelmaan kuntilanak. Nanan berusaha menenangkan pikiran yang tak karuan tanpa berani mengintip keluar lalu menyetel perangkat musik dengan cukup keras, mengalahkan suara-suara aneh itu. Perlahan-lahan suara itu pun mereda hingga tanpa sadar kami telah melewati malam.

(Kejadian Kedua)
Kejadian isterius selanjutnya pada saat saya dan rekan-rekan pecinta alam gasakpala SMAN 46 mengadakan diklat kembali di gunung Paseban, Megamendung, Bogor. Berbeda dengan cerita sebelumnya, kali ini kami hendak membuka kamp baru yang posisinya di puncak punggungan gunung Paseban ini. Pos ini baru kami temukan saat survei pra-acara seminggu sebelumnya. Namanya pos Ulet Bulu. Dinamakan demikian karena saat membuka kamp ini banyak sekali ulat bulunya. Saat itu hari menjelang senja. Saya dan beberapa rekan saya sibuk mendirikan tenda. Usai mendirikan tenda, kami beristrahat. Hari masih menunjukan pukul setengah enam, tetapi teman-teman sudah tepar. Semua sudah pulas tertidur saking kelelahan. Sedangkan saya dan, lagi lagi dengan rekan saya, yang bernama Nanan belum beranjak dari tempat saya duduk santai. Di situ kami mengobrol panjang lebar. Awalnya tidak hanya berdua tetapi lama kelamaan yang lain tidur juga. Nanan sedang asik minum kopi yang baru diseduh. Aaah... mantap rasanya di tengah rasa letih dan suasana hutan lebat di atas gunung, sangat nikmat rasanya kopi ini.

Obrolan kami yang awalnya seru-seru, lama-lama mengerucut pada cerita seram. Mulai dari kejadian suara ciep-ciep ayam yang pada waktu kejadian pertama kami alami, hingga kisah aneh lainnya. Kebetulan di tempat kami membuka kamp di kelilingi pohon-pohon bertubuh besar. Akarnya melilit meliuk-liuk layaknya pohon beringin, mirip sekali.

"Nan. lo liat deh pohon-pohon di sini," ujar saya menunjuk pepohonan di sekitar kami.
"Kenapa emang, ling?Serem ya?". Nanan tertawa kecil seakan meledek.
"Pohon kaya gini ngingetin gue sama salah satu film horror deh, apa gitu judulnya", sahut saya kembali
"Hah?" Nanan cuma heran dan mulai kembali merinding. Ia kemudian merogoh kantongnya mengeluarkan sebungkus rokok dan korek gas. Rokok dan korek itu ditaruhnya di atas alas kami duduk. 
"Iya, Nan, jadi waktu itu gue nonton film horror setingnya kaya pohon ini. Nah di dalam film, pada pohon itu keluar jari-jemari dengan kuku melengking hitam tajam. Udah gitu, banyak banget jarinya terus muncul dah makhluk setan," tandas saya setengah berbisik.

Sebenarnya saya agak takut untuk berbicara seperti itu di tempat ini, tapi apa boleh buat, namanya juga mengobrol ngalor ngidul. Apa saja jadi bahan obrolan. 
"Udah ah, jangan ngobrolin gituan, iseng gue. Entar kaya waktu itu lagi," balas Nanan sambil setengah tertawa. Tangannya kemudian menyelipkan rokok kretek di bibirnya. Ia kemudian mengambil korek yang tadi di taruhnya di atas alas tempat kami duduk. Tangannya meraba-raba.
"Loh kok nggak ada nih korek?". Nanan kebingungan
"Kok ilang, barusan gue liat lo taro sini kan?"," tegas saya
"Iyaaa! Waduh? Suer gue taro sini tadi. Nggak ada lima menit. baru banget gue taro." Nanan mulai panik dan terengah keheranan.

Saya sadar dan melihat adegan tadi dengan jeli dan persis. Nanan menaruh korek dan rokoknya di atas alas duduk. Tapi entah kenapa tiba-tiba korek itu menghilang begitu saja hanya dalam hitungan detik. Aneh sekali bukan? Karena penasaan kami mencari korek itu di sekitar alas termasuk di bawah alas. Dan hasilnya nihil. Kemana korek itu? Apa karena omongan kami yang sembarangan? Entahlah. Ketegangan menyergap perasaan kami. Kami saling pandang penuh keheranan. Bagaimana bisa? Masalahnya, kami benar-benar yakin korek itu baru saja kami taruh di depan mata kami. Angin dingin menerkam kulit kami yang sedang bergidik itu.Sinar matahari mulai tak tampak lagi. Jangan-jangan penunggu tempat ini ingin merokok juga ya? Ah persetanlah dengan hal itu. Kami bergegas membangunkan yang lain berharap suasana kembali ramai. 



                                         
Artikel Selanjtnya :



Comments

  1. izin share gan...bagus artikelnya

    ReplyDelete
  2. salam rimba dari RAPAK ALAM CABANG BINTARO.....

    ReplyDelete
  3. ak juga punya crta serem nh plen dlu ak pas naik gunung kembar,ak jln sendirin tmn"ku pda ninggaliin aku...tnp ak sadari di belakangku da yg ngikutiin sebuah tangan tp cm telunjuk jari ja.mungkin patah pas naik gunung...telunjuk jari tu ngikutiin ak trz tiap ak mengadap k blkg tiba" hilang...ak jln lgi telunjuk jari tu ikut lgi,saking takutny ak bca" srt al quran sbisa ak.tp telunjuk jari tu ttp ja mengikutiku...tanpa pikir panjang aku tunjukin ja tangan jempolku.akhirny telunjuk tu hilang... selamat deh aku.

    ReplyDelete
  4. Keren cerita hantu nya gan, di tunggu update terbaru nya.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Rute Angkutan Umum di Cinere

Perjalanan Sehari Jakarta - Kawah Putih Naik Motor

Transportasi dari Jakarta ke Pos Pendakian Gunung Sindoro-Sumbing, Wonosobo