Pengaruh India dalam Kakawin Ramayana
Oleh Rizky Ramadhani
Epik Ramayana pada Relief Candi Prambanan |
Epik Ramayana di tanah Jawa pertama kali muncul
dalam bentuk kakawin yang kemudian disebut kakawin Ramayana. Kakawin Ramayana
diduga ditulis sekitar abad ke -9 Masehi mengacu pada penggunaan bahasa Jawa
Kuna yang digunakannya. Bahasa Jawa Kuna memang sudah menjadi wahana bagi suatu
kebudayaan yang penting sejak abad ke-9 Masehi (Zoetmulder,1974: 3-4). Di
India, kisah Ramayana pada mulanya diltulis dalam huruf Palava dan berbahasa
Sanskerta. Berbeda dengan di Jawa, teks Ramayana pertama kali muncul dalam
bahasa Jawa Kuna, bukan Sansekerta. Sementara itu, teks ditulis menggunakan
aksara Jawa Kuna. Terkait waktu penulisan kakawin Ramayana, H.B. Sharkar[1]
memiliki pendapat lain dari pendapat pada umumnya. Menurutnya, kakawin Ramayana
kemungkinan ditulis sebelum abad ke-9 Masehi dengan mempertimbangkan mutu
struktur bahasanya.
Mengenai bahasa yang digunakan dalam kakawin
Ramayana, memang banyak terdapat kata pinjaman dari bahasa Sanskerta. Namun
demikian, sloka-sloka yang muncul tersebut berbeda dengan yang di India dan
tidak ditemukan kembali dalam naskah-naskah India sebagaimana yang mereka kenal
(Soebadio,2001:20). Epik Ramayana berasal dari India digubah oleh Valmiki,
namun dalam perjalanannya mengalami modifikasi sedemikian rupa menyesuaikan
konteks “kejawaan”, sehingga kakawin Ramayana dari beberpa sudut pandang tampaknya
berbeda dengan epik Ramayana versi Valmiki.
H.B. Sharkar (1934) menemukan bahwa kakawin
Ramayana mengambil jalan cerita dari Ravanavadha
atau juga dikenal Bhattikavya. Bhattikavya ditulis oleh seorang yang
bernama Bhatti. Ada kemiripan antara Bhattikavya
dengan kakawin Ramayana. Sayangnya Sharkar hanya menggunakan perbandingan teks
kakawin Ramayana sebanyak dua bab atau sarga. Sehingga pendapatnya ini belum
begitu kuat. Pernyataan ini akhirnya diperkuat kembali oleh Hoykaas (1955-1958)
yang menggunakan telaah perbandingan antara teks Bhattikavya dengan kakawin Ramayana. Berbeda dengan H.B Sharkar, Hoykas
membandingan lebih banyak lagi, sejumlah 16 sarga. Hasilnya sama, bahwa sumber
kakawin Ramayana adalah Bhattikavya.
Inilah bukti pengaruh India yang jelas muncul dalam epik Ramayana versi kakawin
Ramayana. Pernyataan tersebut turut didukung Soewita (1979) yang juga
berpendapat bahwa kakawin Ramayana mengikuti Bhattikavya seluruhnya bukan sebagian hingga sarga ke-18
(Zoetmulder, 1974:229)
Namun demikian, berbeda pendapat dengan Zoetmulder (1974:229) yang mengatakan bahwa
kakawin Ramayana tidak seluruhnya berasal dari bhattikavya, namun pada beberapa bagian[2]
tidak sama, demikian juga didukung oleh Poerbatjaraka (1932:101). Hanya saja pendapat soewita tersebut juga
menambahkan bahwa epik Ramayana telah mengalami perubahan-perubahan dan
penlisan kembali hingga zaman Majapahit (Soewita,Santosa, 1980 :7).
Bentuk teks epik Ramayana di Jawa berbeda
dengan versi India. Teks ditulis dalam bentuk kakawin dan tidak menggunakan
bentuk kavya. Kavya merupakan bentuk puisi asli India. Memang ada kesamaan antara
kavya dengan kakawin, seperti umlah
suku kata tiap baris, jumlah baris yang hanya empat, serta adanya vokal panjang
dan pendek. Ini juga merupakan pengaruh India yang secara tidak langsung berpengaruh
dalam epik Ramayana versi Jawa.
Bhattikavya sebagai prototype[3]
kakawin Ramayana justru dianggap tidak begitu unggul mutu kesusastraannya
(Keith,1953 : 116-119). Bhattikavya
pada mulanya disusun untuk pengajaran bahasa Sanskrit. Namun setelah sampai di
Jawa, diadaptasi menjadi kakawin Ramayana, justru menjadi lebih bernilai dari
segi kesusastraannya. Telah terjadi “penjawaan” yang meliputi bidang filsafat
(Soebandio, 2001:21).
Sedikit terkait dengan isi, dalam kisah
Ramayana versi kakawin Ramayana, terdapat ajaran filsafat mengenai delapan
sifat kepemimpinan atau yang dikenal dengan sebutan Asthabrata. Dalam versi India[4]
tidak terdapat istilah Asthabrata.
Istilah ‘Astavrata’ pun tidak ada
dalam bahasa Sanskerta ( Soebandio, 2001:21). Kakawin Ramayana telah
dimodivikasi sedemikian rupa mengikuti local
genius yang berlaku pada masyarakat Jawa kala itu. Oleh karena itu, meski
dalam faktanya kakawin Ramayana mendapat pengaruh unsur-unsur India, namun
tetap menunjukan identitas “kejawaannya"
.
Daftar Pustaka
Hooykas, C .
1955 “The
Old Javanese Kakawin Ramayana, with special reference to the problem of
interpolation in kakawins”, VKI 16
1958a “Four-line Yamaka (Chime) in
the Old-Javanese Ramayana.” Dalam Journal Royal of Asiatic Society, part
1&2
1958b “Stylistic Figures in The
Old-Javanese Ramayana.” Dalam Journal Oriental Institute Baroda , VII/2
1958c “The Old-Javanese Ramayana, An
Exemplary Kakawin as to Form and Content,” dalam VKNAN afd Letterkunde, Nieuwe Reeks, LKV No.1 Amsterdam
1958d “The Old-Javanese Ramayana, An
Introduction to Some of Problems,” dalam Majalah
untuk Ilmu Bahasa, Ilmu Bumi, dan Kebudayaan Indonesia, LXXXVI
Keith,
Berriedale A.
1953. A History of Sanskrit Literature. London
Purbatjaraka, R.M.
Ng.
1932. Het-Oud
Javaansche Ramayana, dalam TBG 82 hlm. 151-272
Santoso, Soewita.
1980. Ramayana Kakawin Volume I, II, III. New
Delhi: The Auspices of the Institute of Southeast Asian Studies, Singapore and
International Academy of Indian Culture
Sarkaar, HB.
1934. Indian
Influences on the Literature of Java and Bali. Calcutta : Greater India Studies
1
Soebadio, Haryati
dkk.
2001. Pengaruh
Kontak Antar Budaya Dalam Sastra Jawa. Balaipustaka : Jakarta
Zoetmulder, PJ
1974. Kalangwan : a
Survey Of Old Javanese Literatur. KITLV. Translation Series, 16 The Hague :
Martinus Nijhoff
[2] Pada sarga ke-8 ditemukan
lukisan tentang suatu tempat pemujaan di Alengka, merupakan lukisan mengenai
candi Prambanan ( Soebadio, 2001 : 21 )
Comments
Post a Comment