Pandangan Terhadap Pakem Wayang

Wayang Ukur Berusaha Mendobrak Pakem Wayang
Pakem dalam karya budaya Jawa seharusnya diposisikan sebagai acuan untuk mengembangkan karya budaya. Pakem harus dipelajari untuk diketahui tujuan, fungsi, dan esensi suatu karya. Pakem sudah tidak seharusnya mengikat setiap orang, karena pada akhirnya hanya menghentikan dan menutup kreatifitas manusia untuk menciptakan atau memperbaiki suatu karya budaya. 

Pakem pada mulanya dibuat sebagai suatu aturan, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis, dan merupakan suatu kesepakatan di masa ketika suatu pakem dibuat. Dunia wayang, baik itu dalang, fisik wayang, gamelan, cerita, adalah hal yang sangat jelas memiliki pakem. Saya mengambil contoh sederhana dari material fisik wayang. Menurut pakemnya, wayang kulit misalnya seharusnya menggunakan kulit kerbau yang gudigen. 

Jika pakem itu tidak mengalami pemaknaan esensi terlebih dahulu, selamanya wayang akan tetap dari kulit seperti itu. Kita jenuh, kita bosan, dan wayang pun tidak berkembang.. Pakem merupakan masalah teknis, masalah teknis setiap jaman tentu berbeda. Inilah yang menjadi persoalan. Seandainya pakem dimaknai esensinya terlebih dahulu, bahwa pada intinya wayang harus menggunakan material ‘terbaik’ maka wayang dapat merentang jaman. 

Material wayangpun menyesuaikan. Wayang bisa menjadi komik, kartun, bahkan film tiga dimensi yang muncul di layar lebar seluruh dunia. Lalu bagaimana nasib pakem? Pakem dipelajari, dimasukan museum, dan kita tidak perlu lagi ribut melanggar pakem, karena pakem hanyalah teknis yang bisa berubah kapan saja, tapi esensi, nilai-nilai akan selalu hidup merentang jaman.

Comments

Popular posts from this blog

Rute Angkutan Umum di Cinere

Asrama UI yang Angker

Perjalanan Sehari Jakarta - Kawah Putih Naik Motor