Kidung, Karya Sastra Jawa Pertengahan

Oleh Rizky Ramadhani

Naskah Kidung Bali
Berdasarkan buku “Puisi Jawa : Struktur dan Estetika” yang ditulis oleh Karsono H. Saputra, menjabarkan tiga pengertian kidung. Pertama, kidung ditulis dengan bahasa Jawa tengahan. Kedua, kidung memiliki pola metrum puisi. Ketiga, wacana puisi memiliki konstruksi pembaitan yang khas. Kidung kemungkinan muncul sekitar abad ke-15 di daerah kebudayaan Jawa kemudian produktif beberapa waktu di Bali.

Kidung dalam aspek bunyi digolongkan sebagai puisi bertembang. Ada dua macam pola guru lagu yakni pola guru lagu macapat dan pola guru lagu yang hanya berupa persamaan bunyi akhir. Rekayasa pada tingkat leksikal juga kerap terjadi seperti halnya dalam macapat. Kidung tidak menggunakan pungtuasi pada lingsa sehingga sulit menemukan guru lagu. Guru lagu sulit ditemukan karena konvensi yang sangat terbuka. Sementara itu, unsur suprasegmental dalam aspek pembunyian kidung dalam buku ini tidak dijelaskan.

Sebagai sebuah puisi, kidung juga memiliki aturan pembingkaian. Sama halnya dengan macapat, kidung memiliki satuan-satuan spasial berupa gatra, pada dan pupuh meskipun aturan tersebut tidak sekuat macapat. Gatra dibingkai oleh guru lagu dan guru wilangan. Gejala bahasa morfo-fonologis kerap ditemui sebagai fungsi pemenuhan ketentuan guru wilangan dalam pada. Pupuh pada kidung ditandai pada-pada yang menggunakan pola metrum sama. Selain pada-pada kawitan, pemawak, dan penawa, pada akhir wacana kidung kerap ditambahi wacana kolofon.

Faktor bahasa menjadi pembeda utama antara kidung dan macapat. Macapat menggunakan bahasa Jawa baru sedangkan kidung menggunakan bahasa Jawa pertengahan. Namun, dalam buku tulisan Karsono ini tidak dijelaskan secara rinci mana yang menjadi perbedaan mendasar bahasa Jawa baru dan bahasa Jawa tengahan. Terkait masalah bahasa, Karsono juga menjelaskan bahwa hampir sama dengan macapat, kidung juga mengenal gejala bahasa yang berupa sasmitaning tembang dan sengkalan.

Wacana kidung umumnya berupa wacana naratif dan masuk kedalam wacana susatra. Pendekatan wacana kidung sebaiknya menggunakan pendekatan naratif pula. Penokohan dalam kidung sangat sederhana, tokoh tidak mengalami perkembangan watak. Latar tempat dan sosial cenderung muncul secara berulang.

Saputra, Karsono H., 2008. 

Puisi Jawa : Struktur dan Estetika

Jakarta : Wedhatama Widyasastra


Comments

Popular posts from this blog

Rute Angkutan Umum di Cinere

Perjalanan Sehari Jakarta - Kawah Putih Naik Motor

Transportasi dari Jakarta ke Pos Pendakian Gunung Sindoro-Sumbing, Wonosobo