Pandangan Terhadap Hasil OIM FIB 2013

“To win you need to have first lost. That makes you so hungry to win that you'll do everything you can to achieve it.” 

― Brendon Clark

OIM FIB UI 2013
Petikan di atas agaknya cukup menggambarkan apa yang saya dan beberapa teman-teman di jurusan rasakan pada bulan Mei tahun ini. Bulan Mei tahun 2013 ini menjadi bulan yang cukup memukul bagi jurusan saya tercinta, jurusan sastra Jawa, Universitas Indonesia. Bagaimana tidak? Tahun lalu jurusan kami keluar sebagai juara umum Olimpiade Ilmiah Mahasiswa tingkat Fakultas, sementara tahun ini tidak lagi. Tahun ini sastra Arab keluar sebagai pemenangnya. Kekecewaan saya bukanlah tanpa sebab. 

Setahun yang lalu, saya dan teman-teman sastra Jawa lainnya berusaha mati-matian untuk menjadi juara umum demi mengangkat nama baik jurusan. Saya berusaha mengikuti berbagai kejuaraan di dua cabang, yakni PKM (Program Kreatifitas Mahasiswa) dan puisi. Alhamdulillah usaha itu membuahkan sedikit hasil. Namun demikian, usaha yang dicapai pada tahun lalu tiba-tiba kandas begitu mengetahui hal tersebut tidak terjadi di tahun ini. Sastra Jawa harus puas berada di posisi ke-5 dari 15 jurusan yang terlibat dalam kejuaraan ini. Padahal, OIM adalah suatu sarana pengakuan tingkat keilmiahan jurusan di fakultas ini.

Awalnya saya merasa sangat kecewa, geram, egois dan seakan mengatakan bahwa tim kontingen dari jurusan sastra Jawa tidak becus, salah, dan harus bertanggungjawab atas kekalahan itu. Tapi benarkah demikian? Apa kegagalan sastra Jawa di tahun ini karena masalah SDM dari panitia kontingen? Dalam hati saya hanya berkata, tidak baik menyangka demikian. Sebagai mahasiswa sastra Jawa, salahkan diri sendiri juga karena seharusnya turut  bertanggungjawab. 

Pengumuman Hasil OIM FIB UI 2013
Kemudian saya melihat Irwan Suswandi, ketua biro keilmuan KMSJ (Keluarga Mahasiswa Sastra Jawa), sekaligus penanggungjawab kontingen jurusan Jawa untuk OIM FIB.  Pada hari pengumuman, Irwan yang duduk tepat di sisi saya pun kusam tak bersemangat. Hanya senyum yang menyembunyikan kecewa yang tampak dari raut wajahnya. Ia juga tampak lelah. Rasa ingin menyalahkan itu pun akhirnya sirna. Sepertinya Irwan sudah berusaha dengan sekuat tenaga untuk membawa sastra Jawa meraih juara umum. Setahu saya, demi mencapai juara umum, Irwan bahkan turut terjun langsung sebagai peserta beberapa cabang lomba, dan salah satunya berhasil. Berarti gagalnya sastra Jawa meraih juara umum bukan hanya perkara SDM panitia kontingen. 

Evaluasi 
Saya pun mencoba mengevaluasi dan berpikir ulang penyebab kekalahan sastra Jawa. Kata orang, jangan melihat sesuatu dari hasilnya saja, tetapi prosesnya. Oleh karena itu saya berusaha menganalisis beberapa penyebab kekalahan sastra Jawa di OIM FIB UI 2013 tidak hanya dari hasil, tetapi proses pengerjaan ini. Analisis ini saya tulis berdasarkan apa yang saya tahu. Mohon maaf jika analisis ini belum sempurna.Berikut beberapa faktor penyebab mengapa jurusan sastra Jawa gagal memperoleh juara umum.

  1. Rendahnya tingkat keilmiahan mahasiswa program studi Jawa dibandingkan jurusan lain. Hal ini saya dapati dari jumlah karya tulis maupun esai yang terkumpul. Budaya menulis ilmiah di jurusan sastra Jawa masih lebih rendah. Mahasiswa tidak terbiasa untuk menulis esai maupun karya ilmiah. Maklum saja, di jurusan ini memang tidak ada sarana yang mendukung mahasiswa gemar menulis ilmiah. Tidak ada pula kegiatan-kegiatan KMSJ yang mendorong mahasiswa menulis ilmiah. Seingat saya, pada kegiatan HHK (Hari-hari Kekerabatan) mahasiswa baru diwajibkan menulis karya tulis berupa PKM. Sayangnya, kegiatan ini tidak terkoneksi dengan perlombaan OIM FIB UI.
  2. Pemberian informasi terkait kegiatan OIM FIB untuk sastra Jawa minim dan kurang efektif. Bila informasi tentang kegiatan OIM ini jelas dan menarik, tentu saja para peserta yang ingin terlibat pun meningkat. Seingat saya, pengumuman adanya perlombaan di OIM bagi mahasiswa sastra Jawa hanya melalui sms jarkoman. Ini tidak efektif. Mengajak mahasiswa untuk ikut kegiatan ini, tampaknya lebih efektik jika dilakukan secara personal orang perorang. Saya melihat Irwan sudah berusaha mengajak rekan-rekan mahasiswa melakukan hal ini. Sayangnya hal itu tidak dilakukan dengan sepenuh hati oleh para anak buahnya. 
  3. Kontingen seakan tidak memiliki target dan strategi untuk mempertahankan juara umum. Target seharusnya menjadi landasan pencapaian dari setiap kegiatan. Jika dari awal suatu kegiatan tidak memiliki target yang jelas, bagaimana bisa suatu kegiatan berhasil seperti yang diharapkan. Andaikata target telah dimiliki, tanpa strategi yang cerdas, kemenangan pun sulit terwujud. tampaknya para mahasiswa sastra Jawa belum merasakan satu pemikiran yang sama, dengan target menang OIM FIB. Jika demikian, wajar saja kita belum berhasil tahun ini.
  4. Tidak adanya sharing mau pun workshop dari para senior kepada adik-adiknya untuk membekali pengetahuan para adik-adik mahasiswa calon peserta sharing. Ini merupakan kesalahan saya dan para senior lain lakukan. Senior seharusnya bisa mengedukasi adik-adiknya agar bisa membuat suatu karya tulis, dan hal-hal lain yang termasuk kompetisi OIM. Jangan paksa adik-adiknya untuk mencapai hasil seperti seniornya! Tetapi tanamkan nilai-nilai yang harus selalu dipegang oleh adik-adiknya agar terjadi proses yang aktif untuk menjadi juara. Padahal senior sastra Jawa ini punya potensi besar jika "dimanfaatkan" secara tepat.
  5. Tidak adanya payung dari program studi untuk mendorong tingkat keilmiahan mahasiswa dalam kompetisi semacam ini. Keilmiahan mahasiswa selalu ditekankan untuk masalah skripsi dan jurnal saja. Sementara itu, untuk kompetisi semacam ini seolah-olah mahasiswa tidak didorong. Bayangkan jika program studi mendorong dengan cara mewajibkannya bagi mahasiswa? Bukankah dengan begitu tingkan partisipasi mahasiswa pun meningkat?
Butuh Strategi
Solusi
Itulah beberapa masalah yang harus dibenahi dengan segera agar sastra Jawa dapat memegang peran yang besar dalam kompetisi-kompetisi ilmiah semacam OIM FIB ini. Saya tidak suka menyalahkan orang lain dan mengkritisi hal-hal tersebut di atas. Oleh karena itu, saya berusaha menawarkan solusi yang mungkin dilaksanakan untuk mendorong kualitas dan kuantitas mahasiswa sastra Jawa dalam menghadapi kompetisi ilmiah semacam ini. Berikut solusi-solusi dari saya.
  1. Adakan kegiatan kompetisi ilmiah kecil-kecilan. Kegiatan itu bisa diterapkan pada saat HHK maupun pada kegiatan semacam Sayembara Jawa. Kegiatan-kegiatan tersebut akan lebih bermanfaat jika diisi juga dengan kompetisi ilmiah. Pastikan bahwa para pesertanya kelak dijadikan sebagai peserta kontingen kompetisi ilmiah yang lebih besar seperti OIM FIB, OIM UI, maupun PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional). Artinya kegiatan tadi terkoneksi dengan kompetisi ilmiah yang lebih besar gaungnya.
  2. Sistem komunikasi dan informasi harus dilakukan secara personal agar muncul kedekatan personal. Ini akan sangat efektif dalam menyampaikan berbagai halterkait kompetisi ilmiah. Jika hendak sms, sebut langsung nama orangnya, jangan hanya gunakan sms jarkoman.
  3. Sebelum segala kompetisi itu dimulai, tentukan target yang paling tinggi agar hasil yang dicapai pun maksimal. Tentu saja target tersebut harus realistis. Untuk masalah strategi, lihatlah cabang lomba apa yang memiliki peluang besar untuk lolos dan memiliki poin paling besar, itulah yang diincar. Biasanya, lomba jenis PKM ini jarang yang mengikuti dan poinnya sangat besar. Maka dari itu, mobilisasi masal peserta dicabang semacam ini. Manfaatkan sebaik-baiknya. Jangan terlalu berharap dan mengandalkan cabang kompetisi yang persaingannya ketat dan berpoin rendah.
  4. Mintalah para senior yang memiliki kompetensi dibidang yang dibutuhkan untuk melakukan pelatihan terhadap para mahasiswa. Hal ini akan sangat membantu meningkatkan kualitas keilmiahan mahasiswa.
  5. Mintalah program studi untuk mendorong kegiatan semacam ini dengan memberikan aturan wajib membuat karya ilmiah, puisi, esai, dan sebagainya. Dengan demikian, jumlah atau kuantitas dari para peserta pun meningkat dengan pesat. kemungkinan menjuarai kegiatan semacam OIM ini pun semakin besar.
Demikianlah solusi yang mungkin saya tawarkan kepada siapapun yang merasa turut bertanggungjawab atas kegiatan ilmiah mahasiswa, termasuk dalama peranannya terhadap kompetisi ilmiah sejenis OIM FIB UI. Segalanya memang tidak ada yang instan, butuh proses panjang dan mengorbankan banyak hal. Namun demikian, yakin dan bersemangatlah! Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Sastra Jawa pasti jadi juara. Mohon maaf bila tulisan ini telah menyinggung pihak-pihak tertentu. Terimakasih dan selamat mencoba.

Comments

Popular posts from this blog

Rute Angkutan Umum di Cinere

Perjalanan Sehari Jakarta - Kawah Putih Naik Motor

Transportasi dari Jakarta ke Pos Pendakian Gunung Sindoro-Sumbing, Wonosobo